Quo Vadis Putusan PK Cacat Hukum
https://doi.org/10.33476/ajl.v4i1.32
Abstract
Abstract
In a national legal system, the intertwined authorities who uphold the law—the police, judges, and attorneys—play a significant role in determining whether the law is perceived to be just or tyrannical. Thus, through all means of constitutions and and court system, judges are obliged to establish and maintain the law enforcement.
In exercising their authorities in making final rulings, judges should be free from legislative and executive intervention. If this principle is still unable to bring up positive image of the legal system, what has gone wrong? In fact, some measures to improve judicial power through the establishment of Constitutional Court and Judicial Commission still cannot afford to get rid of „judicial mafia‟ label.
The tiered justice system (municipal court level, appeal, cassation, and judicial review) is an attempt to prevent or review any breaches of prior judges so that such things should be freed and should not be tolerated in the final level. However, in case of legal defect in a judicial review, what should the Supreme Court do? This poses the Supreme Court with a dilemma: reviewing a judicial review is apparently against the law; ignoring such legal defect, on the other hand, is such a negative precedent.
Keywords: justice behind vested interest
Abstrak
Dalam suatu sistim hukum nasional, perihal penegakan hukum oleh aparat hukum sangat penting, mengingat peran aparat hukum (Polisi, Jaksa, dan Hakim) sangat mempengaruhi terbentuknya citra hukum yang bersifat adil atau sewenang-wenang di dalam masyarakat. Untuk itu, melalui sarana perundang-undangan dan pengadilan, hakim berkewajiban mewujudkan dan menegakkan hukum.
Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara diberi kekuasaan yang bebas dari interfensi, baik oleh kekuasaan legislatif maupun eksekutif. Bila prinsip kebebasan hakim ternyata tidak mampu membentuk citra keadilan di tengah-tengah masyarakat, apa yang salah di dalam sistim peradilan Indonesia? Ternyata, pembenahan kekuasaan kehakiman melalui pembentukan Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial, tidak mampu memperbaiki citra “mafia peradilanâ€.
Sistim peradilan yang berjenjang (tingkat pertama, banding, kasasi, dan peninjauan kembali) adalah untuk mencegah dan memperbaiki kesalahan atau pelanggaran oleh hakim sebelumnya, sehingga pada tingkat paling akhir tidak lagi toleransi bagi kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan oleh hakim. Lalu apa yang harus dilakukan oleh Mahkamah Agung, bila suatu putusan peninjauan kembali (PK) telah cacat dan batal demi hukum akibat pelanggaran oleh Hakim Agung ? Bila kembali memeriksa dan memutus putusan PK, bukankah merupakan pelanggaran hukum acara? Bila membiarkan saja putusan PK cacat hukum, bukankah merupakan pembusukan hukum ?
Kata kunci : Keadilan di balik kepentingan terselubung.