HUBUNGAN REGULASI EMOSI DAN KECEMASAN PADA PETUGAS PENYIDIK POLRI DAN PENYIDIK PNS

Authors

  • Euis Desy Mayangsari Fakultas Psikologi Universitas YARSI
  • Octaviani I. Ranakusuma

https://doi.org/10.24854/jps.v3i1.53

Abstract

Abstract.

Previous studies demonstrated correlations between emotional
regulation and anxiety. Reappraisal was considered as a better regulation
than suppression. Further, suppresion increased physiological responses
which would be health damaging in a long-term. Investigator officers are
professionals who are prone to experience anxiety in their duties. The
officers have to do some careful and prudent investigation to collect
evidences of crimes, which may put them in danger, before submitting to the
attorney. The nature of the job put investigator officers in high risk of
experiencing anxiety unless they effectively regulated their emotion. The
study investigated the correlation between emotional regulation and anxiety
among investigator officers of Police Department and Civil Departments.
Participants were investigator officers who were participating in a training
organized by Educational Institution of Rechercheur and Crime in
Megamendung, Bogor. Emotional Regulation Questionnaire (ERQ) from
Gross and John (2003) and State-Trait Anxiety Inventory (STAI) from
Spielberger (2004) were conducted to 311 participants. Data analysis
resulted that there was significant negative correlation between reappraisal
and state anxiety. Further, t-tests demonstrated that investigators of Police
Department were more likey to do suppression and so those married
participants.


Keywords: investigator officers, reappraisal, suppression, state anxiety,
trait anxiety


Abstrak.

Sejumlah studi telah memperlihatkan hubungan antara regulasi
emosi dan kecemasan. Reappraisal dianggap bentuk regulasi emosi yang
lebih baik daripada supresi. Menekan (supresi) ekspresi emosi dapat
meningkatkan aktivitas respon fisiologis sehingga dalam jangka panjang
merugikan kesehatan. Petugas Penyidik merupakan suatu profesi yang
memiliki beban dan tanggung jawab kerja yang spesifik. Ia memiliki
wewenang untuk melakukan penyidikan sehingga terkumpul bukti-bukti
yang menguatkan aduan untuk kemudian diserahkan ke Jaksa Penuntut
Umum. Penyidik harus waspada atas segala situasi yang mungkin
membahayakan dirinya selama penyelidikan, namun tetap berhati-hati agar
tidak melanggar asas praduga tidak bersalah. Penyidik rentan mengalami
kecemasan, yang apabila tidak dapat di kelola dengan baik tentunya akan
mempengaruhi kesejahteraan psikologis. Studi ini bertujuan untuk melihat
hubungan antara regulasi emosi dan kecemasan pada petugas penyidik di
kepolisian (Penyidik Polri) dan yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil
(Penyidik PNS). Partisipan penelitian (N=311) merupakan penyidik yang
sedang mengikuti pelatihan di Lembaga Pendidikan Reserse dan Kriminal,
Megamendung, Bogor. Data diperoleh melalui kuesioner dengan menggunakan alat ukur Emotional Regulation Questionnaire/ ERQ (Gross
& John, 2003) dan State-Trait Anxiety Inventory (STAI) dari Spielberger
(2004). Hasil uji korelasi memperlihatkan korelasi negatif yang signifikan
antara reappraisal dan state anxiety. Uji T memperlihatkan hasil bahwa
supresi sebagai bentuk regulasi emosi lebih banyak dilakukan oleh Penyidik
Polri dan lebih banyak dilakukan oleh Penyidik yang sudah menikah.

Kata kunci: Penyidik, reappraisal, supresi, cemas/ anxiety, state anxiety,
trait anxiety.

Published

01-07-2015

How to Cite

Mayangsari, E. D., & I. Ranakusuma, O. (2015). HUBUNGAN REGULASI EMOSI DAN KECEMASAN PADA PETUGAS PENYIDIK POLRI DAN PENYIDIK PNS. Jurnal Psikogenesis, 3(1), 13–27. https://doi.org/10.24854/jps.v3i1.53

Issue

Section

Articles